Minggu, 04 Januari 2015

Demi Negara, Para Prajurit Cilik Korbankan Kebahagiaan Masa Kecil



Saat masa kejayaan Uni Soviet, pahlawan cilik digambarkan sebagai contoh keberanian dan kepahlawanan untuk generasi baru, yang tidak gentar menghadapi kengerian perang. Foto: Anatoly Egorov/RIA Novosti

Keterlibatan anak-anak dalam perang sungguh hal yang tidak wajar. Namun, sejarah Rusia sarat dengan kepahlawanan dan pengorbanan prajurit muda, yang alih-alih menikmati masa kecil bahagia dengan banyak mainan, malah harus menghadapi kebrutalan perang. Berikut ini adalah lima orang pahlawan cilik pada masa Perang Patriotik Raya yang belum genap berusia 15 tahun saat mereka tewas di medan perang.

Valya Kotik




sumber : Press Photo

Valya merupakan pengintai partisan dan pahlawan termuda Uni Soviet. Valya bertugas mengumpulkan senjata dan amunisi, serta melukis dan menempelkan plakat dengan karikatur Nazi. Pada musim gugur 1941, ia dialihkan mengatur sebuah penyergapan di seruas jalan dan meledakkan sebuah mobil yang mengangkut Nazi menggunakan granat. Dalam aksi tersebut ia membunuh beberapa tentara dan komandan regu polisi militer lapangan. Sejak 1942, bocah laki-laki ini berpartisipasi dalam gerakan partisan di Ukraina. Ia menggelincirkan kereta api dan meledakkan gudang. Valya gugur pada 1944 dalam usia 14 saat bertempur untuk kota Izyaslav.

Marat Kazey




sumber : Press Photo

Nama Marat diambil dari nama sebuah kapal perang. Nama tersebut merupakan pemberian ayahnya, seorang pelaut di Armada Baltik. Marat dan saudara perempuannya menjadi pejuang di unit partisan setelah orangtua mereka meninggal. Ia sering berhasil menyusup ke benteng musuh di desa-desa dan memperoleh informasi berharga dari sana. Marat juga pernah mengorganisir puluhan ledakan pada lintasan kereta api, bahkan terjun langsung ke medan perang. Saat terluka, ia tetap berupaya bangkit untuk melanjutkan serangan terhadap musuh.


Pada 1944, di desa Khoromitskie, Belarus, pengintai partisan ini ditemukan oleh Nazi. Tentara Jerman mengepung bocah itu, hendak menangkap sang pengintai cilik hidup-hidup. Di luar dugaan, Marat melancarkan tembakan ke pasukan Jerman, dan ketika ia kehabisan amunisi, ia meledakkan diri menggunakan sebuah granat. Ketika itu, usianya baru beranjak 14 tahun.

Lara Mikheyenko




sumber : Press Photo

Pada awal musim panas 1941, gadis kecil asal Leningrad ini mengunjungi neneknya di sebuah desa untuk menghabiskan liburan musim panas. Naas, tak berapa lama perang pecah dan Lara tak bisa kembali ke rumah karena desa neneknya diduduki oleh Jerman.

Pada musim panas tahun berikutnya, Lara dan seorang temannya kabur untuk bergabung dengan satuan partisan. Ia kemudian menjadi pengintai, bertugas mengumpulkan informasi mengenai jumlah tentara Jerman, lokasi meriam, dan berpartisipasi dalam perang “jalur kereta” dengan menggelincirkan kereta api musuh.

Pada musim gugur 1943, gadis berusia 14 tahun ini ditangkap oleh Nazi pada saat melakukan pengintaian. Ketika diinterogasi, Lara mencoba untuk meledakkan diri menggunakan granat, namun entah mengapa granat tersebut tak bisa meledak. Setelah disiksa, Lara akhirnya tewas ditembak oleh Nazi.

Volodya Dubinin




sumber : Press Photo

Ketika Perang Patriotik Raya pecah, pelajar berusia 13 tahun ini melarikan diri ke sebuah tambang di Kerch, Krimea. Volodya menjadi penghubung dan pengintai dalam benteng bawah tanah ini. Selama sekitar dua bulan, para penjajah berperang melawan kelompok partisan di tambang ini, sebelum akhirnya menutup semua pintu keluar menggunakan semen. Volodya yang memiliki badan paling kecil berhasil keluar ke permukaan melalui lubang gorong-gorong yang sangat sempit, tanpa diketahui oleh musuh. Pada Januari 1942, Kerch dibebaskan oleh pasukan Tentara Merah. Para insinyur militer mulai menjinakkan ranjau-ranjau di daerah di sekitar tambang dan Volodya mengajukan diri untuk membantu mereka. Ia tewas setelah menginjak ranjau.

Musya Pinkenzon




sumber : Press Photo

Musya adalah pahlawan termuda sekaligus seorang pemain biola yang luar biasa. Ia satu-satunya dari lima pemuda yang tidak berpartisipasi langsung dalam pertempuran dan tidak pernah menjadi partisan, namun namanya telah menjadi simbol keberanian untuk semua pahlawan cilik di Perang Patriotik Raya. Pada musim panas 1942, anggota keluarga anak laki-laki ini—yang merupakan orang Yahudi—ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Bersama warga lainnya yang dijatuhi hukuman mati, mereka digiring ke Sungai Kuban. Musya, dengan biola di tangannya, mulai memainkan “Internationale”—lagu kaum Komunis, yang pada saat itu juga merupakan lagu kebangsaan Uni Soviet. Penduduk desa langsung ikut menyanyikan lagu ini. Anak laki-laki berusia 11 tahun ini terus bermain sampai peluru merobohkannya.

Saat masa kejayaan Uni Soviet, pahlawan cilik digambarkan sebagai contoh keberanian dan kepahlawanan untuk generasi baru, yang tidak gentar menghadapi kengerian perang. Kisah-kisah Lara Mikheyenko dan Volodya Dubinin ditulis menjadi cerita, dan riwayat mereka bahkan pernah dimasukkan ke kurikulum sekolah. Sementara, kisah Musya Pinkenzon pernah dijadikan sebuah film animasi.

sumber RBTH Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.