Kamis, 02 Juli 2015

Mengenal Dmitry Lavrinenko, Sang Penghancur 52 Tank Musuh dalam 2,5 Bulan


Kekalahan Wehrmacht di Moscow pada 1941 merupakan salah satu momen yang paling menentukan di masa Perang Dunia II. Meski digempur habis-habisan oleh pasukan Jerman, tentara Soviet tak punya pilihan untuk mundur.

Soviet berhasil mengalahkan Jerman, namun kemenangan itu menelan ratusan ribu korban jiwa. Salah satunya ialah Dmitry Lavrinenko, prajurit Tentara Merah yang telah dinobatkan sebagai Pahlawan Uni Soviet, seorang pengendara tank yang paling produktif sepanjang perang berlangsung. Selama 2,5 bulan bertempur bersama T-34 yang legendaris, Lavrinenko berhasil menghancurkan 52 tank.

Dmitry Lavrinenko lahir di desa Besstrashnaya (arti: Pemberani), wilayah Kuban, pada 1914. Ayahnya merupakan seorang partisan yang tewas dalam Perang Sipil Rusia, sehingga ia hanya dibesarkan oleh ibunya. Setelah menyelesaikan studinya, Dmitry mendapat tawaran mengajar di sebuah sekolah. “Semua murid perempuan jatuh cinta padanya, tapi dia tidak menyadarinya, atau mungkin pura-pura tak menyadarinya,” kata salah seorang mantan murid Lavrinenko. Namun, karir mengajarnya tak bertahan lama. Ia kemudian mengajukan diri menjadi tentara.
Lavrinenko lulus dari sekolah militer pada 1938. Berdasarkan cerita dari rekan-rekannya, Lavrinenko sangat menyukai mesin-mesin dan selalu mencoba untuk menguasainya dalam waktu cepat. Ia adalah murid terbaik yang mampu mengendalikan semua jenis senjata, bahkan teman-temannya memberi julukan ‘mata penembak jitu’.

Ahli Taktik Berdarah Dingin


Dmitry Lavrinenko (kiri), prajurit Tentara Merah yang telah dinobatkan sebagai Pahlawan Uni Soviet, seorang pengendara tank yang paling produktif sepanjang perang berlangsung. Foto: Wikipedia

Letnan Lavrinenko telah cukup berpengalaman saat dikirim ke garis depan, sehingga ia segera diberi wewenang untuk mengomandoi satu pleton tank. Namun, ia dipindahtugaskan berkali-kali sehingga tanknya mulai rusak karena tidak diservis secara berkala.

Lavrinenko yang lembut dan baik—menurut kawan-kawannya—baru menunjukan karakter sesunguhnya saat berhadapan dengan mesin. Saat pasukan mundur, mesin yang rusak dihancurkan agar tidak jatuh ke tangan musuh. Ketika Lavrinenko diperintahkan untuk menghancurkan tanknya, letnan muda tersebut tak mau mematuhinya, ia malah berteriak, “Aku tak akan pernah mengorbankan kendaraanku!”. Ia lalu menderek tanknya ke bengkel. Tak lama setelah itu, pletonnya menerima kiriman sejumlah tank T-34 baru. Reaksi Lavrinenko kala itu adalah, “Baik, sekarang aku bahkan bisa mengalahkan Hitler!”

Kendaraan baru tersebut tentu lebih baik dari tank BT-2 usang yang ia perbaiki. Ketika tank musuh mulai berdatangan, empat T-34 di bawah komando Lavrinenko dikirim untuk mendampingi pasukan infanteri. Menurut pihak Soviet, pasukan di bawah kendali Lavrinenko berhasil menghancurkan 15 kendaraan musuh.

Sejarawan menyebut sang prajurit sebagai “ahli taktik berdarah dingin”. Sebelum pertempuran, ia selalu mempelajari arah serangan dan kamuflase unitnya dengan seksama. Sebagai contoh, pada Pertempuran Mtsensk, ia secara hati-hati menyamarkan tanknya dan menyiapkan umpan menggunakan kayu yang dibuat menyerupai tank. Dan hal itu berhasil: Nazi menembak target yang salah. Setelah membiarkan Nazi mendekat pada jarak yang tepat, Lavrinenko langsung menghujani tank Nazi dengan peluru dari tempat persembunyiannya, demikian kenang Jenderal Dmitry Lelyushenko.

Ke Tukang Cukur


Keberaniannya terus diuji dari waktu ke waktu. Dalam kunjungan mendadaknya ke tukang cukur di Serpukhov, ia pun tak luput dari incaran musuh. Pada Oktober 1941, Jerman mengirim satu batalion ke Serpukhov. Menyadari kehadiran pasukan Jerman, operator telepon yang sedang bertugas langsung mengirim peringatan pada komandannya. Pesan tersebut menciptakan kepanikan, karena kota itu hanya memiliki satu batalion pemuda dan para lansia. Namun, seseorang memberitahunya bahwa ada sebuah tank T-34 yang tersesat di dekat tempat tukang cukur. Sang komandan segera berlari ke sana dan berjumpa dengan Lavrinenko. “Saya punya bahan bakar dan amunisi. Mari kita lawan Jerman. Beri tahu saya jalannya,” kata Lavrinenko.

Ia menemukan sebuah lubang di tengah lapangan besar di mana ia menyembunyikan tanknya, dan segera duduk di kursi pengemudi. Ia membiarkan musuh mendekatinya hingga jarak 150-400 meter dari posisinya. Dalam kesempatan itu, ia langsung melancarkan serangan jarak dekat yang tak terduga. Tembakan tersebut membakar dan memblokir jalan bagi kendaraan lain. Setelah meletuskan beberapa tembakan lain, Lavrinenko melesat dan mulai membombardir seluruh pasukan hingga bala bantuan datang. Hasilnya, banyak tentara Jerman, senjata, dan dokumen berharga yang dapat disita oleh pasukan Soviet.

“Mati Bukan Bagian dari Rencanaku”


Lavrinenko dianggap tak terkalahkan. “Jangan khawatirkan aku. Mati tak ada dalam rencanaku. Balas surat ini segera,” tulis Dmitry pada keluarganya, November 1941. Namun, 19 hari kemudian ia terbunuh akibat terkena pecahan peluru meriam: setelah pertempuran yang ia menangkan, ia loncat keluar dari tanknya menggengam laporan, namun malah terjebak di bawah bombardier mortar. Pertempurannya yang ke-28 menjadi pertempuran Lavrinenko yang terakhir.
Lavrinenko dimakamkan di tempat ia terbunuh, di dekat jalan raya. Pada 1967, para murid sekolah yang sedang melakukan tugas sosial menemukan makamnya. Namun, baru pada tahun 1990 Dmitry Lavrinenko mendapat penghargaan anumerta sebagai Pahlawan Uni Soviet.

sumber : RBTH Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.